Obituari,
Matinya Politik Akal Sehat
Kapan persisnya
Malaikat El-Maut (Angel of Death) menjemput kematian politik akal sehat, hal
itu tidak diketahui persis. Namun, ia tidak berumur panjang, mati dalam usia
yang sangat muda. Dilahirkan pada akhir tahun 1990-an sebagai buah dari rajutan
cinta dan kerinduan terhadap tatanan kekuasaan yang menghargai serta memuliakan
martabat manusia: keadilan, kesetaraan, toleransi, pengakuan, dan penghargaan
terhadap heterogenitas serta nilai-nilai luhur lainnya. Romantisisme cinta
publik terhadap manajemen kekuasaan negara di awal reformasi mungkin mirip
sensasi dan fantasi romantisisme rakyat Athena terhadap demokrasi, ratusan abad
sebelum Masehi dalam buku Victoria Wohl, Love Among The Ruins (2002), mengenai
erotisme demokrasi di Athena klasik.
Kehadiran
politik akal sehat juga menghasilkan energi dahsyat yang mampu meluluhlantakkan
tatanan kekuasaan yang represif dan otoritarian. Namun, daya tahan tubuhnya
merosot secara drastis sejalan dengan semakin menumpuknya racun opium kekuasaan
yang bersarang di tubuhnya. Toksin yang memproduksi penyakit kanker ganas yang
disebut korupsi politik sudah menjalar ke seluruh sendi dan tulang sumsum
hampir di sekujur tubuh politik negara. Daya bunuh racun ganas itu juga
mematikan nurani dan integritas, menghancurkan kredibilitas, melumpuhkan
kompetensi, dan meluluhlantakkan nilai-nilai yang menjadi pilar politik akal
sehat.
Sementara itu,
praktik politik akal-akalan dan perilaku munafik yang menghamba uang semakin
subur. Akibatnya, demokrasi disulap menjadi mobokrasi, seremoni mengalahkan
substansi, citra menghapus fakta, sikap santun bersenyawa dengan perilaku
durhaka, kejujuran identik dengan kebodohan. Medan politik menjadi ladang
pembantaian oleh para petualang politik yang bermodal besar terhadap politisi
bersih dan idealis tetapi bermodal cupet. Kutipan di atas, yang diangkat dalam
tajuk harian Kompas, mengonfirmasi kematian politik akal sehat. Angka yang
disebut tidak terlalu berbeda dengan jumlah yang beredar di kalangan politisi
bahwa ongkos menjadi anggota DPR minimal Rp 5 miliar. Jumlah yang fantastis dan
membikin merinding bulu kuduk rakyat yang terengah-engah berjuang memenuhi
kehidupan minimal sehari-hari.
Hal itu
membuktikan hasrat politisi yang didominasi dan tunduk kepada kepentingan
ekonomi bersedia mengeluarkan biaya yang sangat tinggi demi kekuasaan, meskipun
mereka tahu total pendapatan selama lima tahun jauh lebih kecil daripada ongkos
yang dikeluarkan.
Perilaku sama
dan sebangun sudah akan terjadi pada 2013, karena pada tahun ini diperkirakan
akan diselenggarakan 160 pilkada, termasuk pilkada yang seharusnya dilakukan
pada 2014. Karena itu, pilkada tahun ini diperkirakan tidak akan banyak
manfaatnya bagi masyarakat. Terlebih, selain masih didominasi politik uang, regulasi
pilkada, termasuk RUU yang sedang dibahas, belum dapat menjamin lahirnya kepala
daerah yang mempunyai komitmen mempergunakan kekuasaan untuk kepentingan
rakyat.
Kualitas yang
berkaitan dengan integritas dan kompetensi tidak cukup hanya diobati dengan rekayasa
elektoral melalui perubahan dari pilkada secara langsung diubah melalui DPRD.
Persoalannya jauh lebih mendasar, partai politik harus melakukan pendidikan
karakter bagi kader-kadernya yang dipersiapkan untuk menduduki jabatan
tersebut.
Hal yang hampir
dapat dipastikan akan terjadi pula pada pemilu legislatif dan pemilihan
presiden yang secara maraton akan diselenggarakan pada 2014. Medan politik akan
benar-benar menjadi pasar modal. Pemilik modal akan menjadi ”tuan besar” dan
pemenang yang sesungguhnya karena merekalah yang akan banyak menentukan
kalah-menang dalam pertarungan politik tahun depan. Bahkan dikhawatirkan
petualang politik juga akan berusaha menggerogoti Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara serta memanfaatkan akses politik mereka untuk menguras kekayaan
negara.
Akibatnya,
kematian politik akal sehat sangat menghancurkan sendi-sendi kehidupan bangsa
dan negara. Sayang, tidak banyak orang yang tahu sehingga yang meratapi dan
berduka juga tidak banyak. Namun, yang masih memberikan harapan adalah
pengalaman empiris yang menjadi dalil politik bahwa orang sekali mati akan mati
selamanya. Namun, perjuangan politik dapat mati berkali-kali dan akan hidup
kembali. Karena itu, orang-orang yang berniat baik tidak boleh berdiam diri.
Dalam kehidupan yang sarat dengan segala macam penyakit masyarakat,
bersenyap-senyap sendiri dan tidak peduli adalah kejahatan sosial.
Spirit dan roh
yang menebarkan kemuliaan masih banyak dan tersebar di berbagai kalangan,
cendekiawan, kelompok profesional, bahkan di kalangan politisi dan birokrat
serta berbagai organisasi masyarakat. Mereka yang gigih dan tak pernah lelah
melakukan perlawanan terhadap kebatilan. Kekuatan magis inilah yang akan
menghidupkan kembali politik yang bernalar dan mulia. Agenda yang sangat penting
adalah mengawasi perekrutan politik serta mempersiapkan gagasan besar untuk
menata kekuasaan yang lebih beradab pasca-Pemilu 2014.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar