Kamis, 11 April 2013

Tinjauan Sosiologis Mengenai Lingkungan Anak dan Remaja yang Menunjang Tumbuhnya Motivasi dan Keberhasilan Studi Anak

 
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
            Manusia senantiasa mempunyai naluri yang kuat untuk hidup bersama dengan sesamanya. Apabila di bandingkan dengan makhluk hidup lain seperti hewan, misalnya, mausia tidak akan mungkin hidup sendiri. manusia dengan manusia lainnya mungkin akan “mati”, manusia yang di “kurung” sendirian di suatu ruangan tertutup, pasti akan mengalami gangguan pada perkembangan pribadinya sehingga lama kelamaan dia akan “mati”.
            Semenjak dilahirkan manusia sudah mempunyai naluri untuk hidup berkawan sehingga di sebut social animal. sebagai social animal manusia mempunyai naluri yang disebut gregariousness. Pada hubungan antara manusia dengan sesamanya, agaknya yang penting adalah reaksi yang timbul sebagai akibat adanya hubungan tadi. Reaksi-reaksi itu mengakibatkan bertambah luasnya sikap tindak seseorang. Misalnya, apabila seseorang menyanyi, dia memerlukan reaksi yang mungkin bersifat positif (pujian) atau negatif (celaan), yang merupakan dorongan untuk menyempurnakan sikap tindakan (yaitu menyanyi) pada masa-masa yang akan datang. Dalam memberikan reaksi tersbut ada kecenderungan-kecenderungan bahwa untuk memberikan reaksi, manusia cenderung menyerasikannya dengan sikap pihak-pihak lain.
            Untuk dapat menghadapi dan menyesuaikan diri dengan kedua lingkungan tersebut, yakni lingkungan sosial di kalangan masyarakat, manusia mempergunaka fikiran, perasaan dan kehendaknya. Selain itu, dalam menyerasikan diri dengan lingkungan-lingkungan tersebut manusia senantiasa bisa hidup dengan sesamanya untuk menyempurnakan dan memperluas sikap tindaknya agar tercapai kedamaian dengan lignkungannya.
            Dengan demikian, suatu masyarakat yang sebenarnya merupakan sistem adaftip , karena masyarakat merupakan wadah untuk memenuhi berbagai kepentingan dan tentunya juga untuk dapat bertahan. Namun, disamping itu masyarakat sendiri juga mempunyai berbagai kebutuhan yang harus di penuhi agar masyarakat itu dapat hidup terus.
            Dalam tinjauan sosiologis mengenai lingkungan peran yang dilakukan oleh pihak yang beranggung jawab atas pertumbuhan dan perkembangan anak dan remaja masa kini dalam keberhasilan studi juga sangan berpengaruh dalam kehidupan bermasyarakat. Dimana ruang lingkup suatu perkembangan anak dan remaja dalam mecapai studi nya, itu berada dalam lingkungan masyarakat, dimana itu termasuk di dalamnya keluarga, teman, guru dan lain sebagainya. Maka dari itu makalah ini akan membahas Tinjauan sosiologis mengenai ligkungan anak dan remaja yang menunjang tumbuhnya motivasi dan keberhasilan studi anak.
B. Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi pokok permasalahan dari penulisan makalah ini adalah :
1) Bagaimana tinjauan sosiologis dan hubungan antar manusia?
2) Siapa sajakah yang berperan dalam memotivasi anak dan remaja untuk keberhasilan studi ?
3) Bagaimana kah peranan-peranan yang di capai untuk menunjang keberhasilan studi anak ?
C.  Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah:
1) Untuk menjelaskan tentang tinjauan sosiologis dan hubungan antar manusia.
2) Untuk mengetahui siapa sajakah yang berperan dalam memotivasi anak dan remaja untuk keberhasilan studi.
3) Untuk menjelaskan tentang peran-peran yang dicapai untuk menunjang keberhasilan studi anak.

 BAB II
PEMBAHASAN
A. Tinjauan Sosiologis dan Hubungan Antar Manusia
            Suatu tinjauan sosiologis berarti sorotan yang di dasarkan pada hubungan antar manusia, hubungan antar kelompok serta hubungan antar manusia dengan kelompok, di dalam proses kehidupan bermasyarakat. Di dalam pola hubungan-hubungan tersebut yang lazim disebut interaksi sosial, anak dan remaja merupakan salah satu pihak, disamping adanya pihak-pihak lain. Pihak-pihak tersebut saling memengarui, sehingga terbentuklah kepribadian-kepribadian tertentu sebagai akibatnya.
            Proses saling memengaruhi melibatkan unsur-unsur yang baik dan benar, serta unsur-unsur lain yang di anggap salah dan buruk. Unsur-unsur yang lebih berpengaruh biasanya tergantung dari mentalitas pihak yang menerima. Artinya, sampai sejauh manakah pihak penerima mampu menyaring unsur-unsur luar yang diterimanya melalui proses pengaruh-memengaruhi.
            Di dalam proses interaksi yang melibatkan anak dan remaja, terjadi proses sosialisasi. Sosialisasi tersebut merupakan suatu kegiatan yang bertujuan agar pihak yang dididik atau di ajak, kemudian mematuhi kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang berlaku dan di anut oleh masyarakat. Tujuan pokok adanya sosialisasi tersebut bukanlah semata-mata agar kaidah-kaidah dan nilai-nilai diketahui serta dimengerti. Tujuan akhir adalah agar manusia bersikap dan bertindak sesuai dengan kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang berlaku serta agar yang bersangkutan menghargainya.
            Di dalam proses sosialisasi khususnya yang tertuju pada anak dan remaja, terdapat berbagai pihak yang mungkin berperan. Pihak-pihak tersebut dapat disebut sebagai lingkungan-lingkungan sosial tertentu dan pribadi-pribadi tertentu. Tinjauan sosiologis lebih memusatkan perhatian pada lingkungan ini tanpa mengabaikan peranan pribadi-pribadi yang tidak mustahil mempunyai pengaruh yag lebih besar.
            Di dalam peranan berbagai lingkungan sosial di dalam memengaruhi tumbuhnya motivasi dan keberhasilan studi anak dan remaja, kiranya jelas bahwa ada pengaruh yang menunjang dan ada yang menghalangi. Kedua-duanya akan dijelaskan dengan cara mengungkapkan peranan yang diharapkan dari lingkungan-lingkungan yang akan di soroti adalah:
a.       Orang tua, saudara-saudara, dan kerabat dekat
b.      Kelompok sepermainan
c.       Kelompok pendidik (sekolah).
            Sudah tentu perlu dicatat bahwa lingkungan-lingkungan tersebut diatas juga di pengaruhi oleh lingkungan sosial yang lebih besar, seperti misalnya, lingkungan tetangga, lingkungan bekerja, lingkungan organisasi, lingkungan masyarakat dan bagian-bagiannya, maupun negara sebagai lingkungan sosial ekonomi politik. Lagi pula perlu dicatat lagi bahwa ini hanya membatsi pembahasan pada keadaan di kota-kota besar. Hal-hal yang tercatat ini di dasarkan pada bahan-bahan yang di peroleh dari hasil pengamatan secara tidak terlibat.
1.        Orang Tua, Saudara-saudara, dan Kerabat Dekat
            Di dalam keadaan yang normal, lingkungan pertama yang berhubungan dengan anak adalah orang tuanya, saudara-saudaranya yang lebih tua (kalau ada), serta mungkin kerabat dekatnya yang tinggal serumah. Melaui lingkungan itulah si anak mengenal dunia sekitarnya dan pola pergaulan hidup yang berlaku sehari-hari. Melalui lingkungan itulah si anak mengalami proses sosialisasi awal.
            Orang tua, saudara, maupun kerabat terdekat lazimnya mencurahkan perhatiannya untuk mendidik anak supaya anak memperoleh dasar-dasar pola pergaulan hidup yang benar dan baik, melalui penanaman disiplin dan kebebasan serta penyerasiannya. Pada saat ini orang tua, saudara maupun keranbat (secara sadar atau setengah sadar) melakukan sosialisasi yang biasa diterapkan melalui kasih sayang. Atas dasar kasih sayang itu, anak didik untuk meengenal nilai-nilai tertentu, seperti nilai ketertiban dan ketentraman, nilai kebendaan dan keakhlakan, nilai kelestarian dan kebaruan, dan sterusnya.
            Pada nilai ketertiban dan ketentraman di terapkan perilaku disipliner dan prilaku bebas yang senantiasa harus diserasikan. Umpama, si anak yang lapar boleh makan dan minum sampai kenyang, tetapi pada waktu-waktu tertentu, anak boleh main sepuas-puasnya, tetapi dia harus berhenti bermain apabila waktu makan telah tiba. Nilai kebedaan dan nilai keakhlakan serta penyerasian, misalnya dapat ditanamkan dengan jalan membelikan mainan yang di inginkannya, tetapi mainan itu harus dipelihara baik-baik agar tidak cepat rusak. Kalau mainan itu ia rusak, orang tua harus dapat menahan diri untuk segera membelikan mainan yang baru. Melalui cara-cara itu pula nilai kelestarian dan kebaruan dapat ditanamkan melalui prilaku teladan yang sederhana.
            Apabila usia anak meningkat ke umur remaja, penanaman nilai-nilai tersebtu di atas harus tetap di pertahankan, tetapi dengan cara-cara lain, sesuai dengan pertumbuhan jiwa remaja tersebut. Secara psikologis usia remaja merupakan umur yang di anggap “gawat”, karena yang bersangkutan sedang mencari identitasnya. Untuk itu, harus tersedia tokoh-tokoh ideal yang pola prilakunya terpuji.
            Pertama-tama, dia akan berpaling pada lingkungan yang terdekat dengannya, yakni orang tua, saudara-saudaranya dan mungkin juga kerabat dekatnya. Apabila idealismenya tidak terpenuhi oleh lingkungan terdekatnya, dia akan berpaling kelingkungan lain (yang belum tentu benar dan baik). Oleh karena itu, lingkungan terdekat senantiasa harus siap untuk membantu sang remaja. Remaja lebih banyak memerlukan pengertian dari pada sekadar pengetahuan saja. Dia harus mengerti mengapa manusia tidak boleh terlalu bebas juga tidak boleh terlalu terikat (disiplin). Memang orang tua kadang-kadang lebih mementingkan displin atau keterikatan dari pada kebebasan, sedangkan remaja lebih menyukai kebebasan daripada disipln atau keterikatan. Namun, manusia memerlukan keduanya daalm keadaan yang serasi, mausia yang terlalu disiplin hanya akan menjadi “Robot” yang mati daya kreatifitasnya, sedangkan manusia yang terlalu bebas akan menjadi makhluk lain yang (bukan manusia).
            Tumbuhnya motivasi dan keberhasilan studi justru ditunjang oleh keserasian-keserasian tersebut di atas. Kalau pada anak, orang tualah yang harus menanamkan agar si anak berpengetahuan, sedangkan pada remaja orang tua harus memberikan pengertian melalui cara-cara yang dewasa. Anak atau remaja yang diharuskan belajar terus menerus atau dibebani dengan kewajiban mengikuti pelajaran tambahan (les) atau keterampilan tertentu akan mengakibatkan kebosanan, sehingga pekerjaan tersebut di anggapnya sebagai kegiatan rutin belaka. Dia tidak sempat mengenyam kebebasan berfikir karena selalu dibebani dengan keterikatan, di mana orang tua senantiasa memegang peranan yang menentukan di dalam mengambil keputusan-keputusan. Anak atau remaja tersebut hanya di latih untuk berfikir semata-mata, tanpa mendidiknya untuk senantiasa menyerasikan fikiran dengan perasaan.
            Membiarkan anak atau remaja bersikap tidak semaunya juga buruk dan tidak benar. Mereka memerlukan tuntunan orang tua, saudara-saudaranya maupun kerabat dekatnya tetapi tuntunan itu tidak diperolehnya. Lingkungan yang berpola fikiran demikian juga tidak menghasilkan pengaruh yang menunjang tumbuhnya motifasi dan keberhasilan studi karena dilepas begitu saja. kritik para remaja biasanya tertuju pada hal-hal sebagai berikut:
1. Orang tua terlau konservatif, atau terlalu liberal
2. Orang tua hanya memberiakan nasihat, tanpa memberikan contoh yang mendukung nasihat tersebut. 
3. Orang tua terlalu mementingkan pekerjaan di kantor, organisasi, dan lain sebaginya.
4. Orang tua mengutamakan pemenuhan kebutuhan material belaka.
5. Orang tua lazimnya mau “menangnya” sendiri (artinya, tidak mau menyesuaikan diri dengan kebutuhan dasar remaja yang mungkin berbeda)
            Suasana keluarga yang positif bagi motivasi dan eberhasilan studi adalah keadaan yang menyebabkan anak atau remaaj yang merasa dirinya aman atau damai bila berada di tengah keluarga tersebut. Suasana tersebut biasanya terganggu apabila:
1)      Tidak ada saling pengertian aau pemahaman mengenai dasar-dasar kehidupan bersama.
2)      Terjadinya konflik mengenai otonomi, disatu pihak orang tua ingin agar anaknya dapat mandiri, namun di dalam kenyataannyamereka mengekangnya.
3)      Terjadinya konflik nilai-nilai yang tidak diserasikan (misalnya, kalau nilai kebendaan terlalu menonjol seyogyanya hal itu tidak diganti dengan nilai keakhlakan namun diserasikan)
4)      Pengendalian dan pengawasan orang tua yang berlebih-lebihan.
5)      Tidak adanya rasa kebersamaan dalam kelarga.
6)      Terjadinya masalah dalam hubungan antara ayah dengan ibu, sebagai suami dan istri.
7)      Jumlah anak yang banyak yang tidak di dukung fasilitas yang memadai.
8)      Campur tangan pihak luar (baik kerabat maupun bukan kerabat)
9)      Status sosila ekonomis yang di bawah standar minimal.
10)  Pekerjaan orang tua (misalnya, kedudukan istri lebih tinggi dari suami sehingga penghasilannya juga lebih besar, yang tidak mustahil akan mengakibatkan bahwa suami merasa rendah diri dan menyalurkannya ke arah yang negatif).
11)  Aspirasi orang tua yang kadang-kadang tidak sesuai dengan kenyataan yang ada.
12)  Konsepsi mengenai peranan keluarga serta anggota keluarga yang meleset dari kenyataan yang ada.
13)  Timbulnya favoritisme di kalangan anggota keluarga
14)  Pecahnya keluarga karena konflik antara suami dengan istri yang tidak mungkin lagi di atasi.
15)  Persaingan yang sangat tajam antara anak-anak, sehingga menimbulkan pertikaian.
2. Kelompok Sepermainan
            Kelompok sepermainan dan peranannya belum begitu tampak pengaruhnya pada masa kanak-kanak, walaupun dalam masa itu seorang anak sudah mempunyai sahabat-sahabat yang terasa dekat sekali dengannya. Sahabat itu mungkin adalah anak tetangga, teman satu kelas, anak kerabat dan seterusnya. Persahabatna itu adakalanya diteruskan hingga pada usia remaja. Lazimnya sahabat tersebutterdiri dari tidak lebih dari tiga orang yang sejenis. Sahabat-sahabat itu memang diperlukan sebagai penyaluran berbagai aspirasi yang memperkuat unsur-unsur kepribadian yang diperoleh dari rumah.
            Sudah tentu sahabat tersebut cenderung memberikan pengaruh yang baik dan benar. Walaupun tidak mustahil bahwa ada sahabat yang memberikan pengaruh yang kurang baik. Sahabat yang baik dan benar akan menunjang motivasi dan keberhasilan studi karena dengan mereka biasanya terjadi proses saling mengisi, yang mungkin terbentuk persaingan yang sehat. Tidak jarang sahabat yang baik merupakan unsur penggerak untuk belajar dan menyelesaikan tugas-tugas lainnya dengan sebaik mungkin.
            Selanjutnya mungkin kelompok sahabat tersebut berkembang dengan lebih luas karena menjadi satu dengan kelompok-kelompok sahabat lainnya. Perkembangan lebih luas itu antara lain disebabkan karena remaja bertambah luas ruang lingkup pergaulannya, baik di sekolah maupun di luar sekolah. Kelompok-kelompok yang lebih besar yang lazimnya disebut klik (clique) tersebut secara ideal mempunyai peranan yang positif dalam membangkitkan motifasi dalam belajar dan keberhasilan studi.
            Peranan positif klik terhadap remaja antara lain sebagai berikut:
Ø  Rasa aman dan rasa di anggap penting berasal dari keanggotaan suatu klik tertentu, yang penting bagi perkembangan suatu jiwa yang sehat.
Ø  Di dalam klik tersebut seorang remaja dapat menyalurkan rasa kecewanya, rasa akut, rasa khawatir, rasa gembira, dan lain sebagainya, dengan mendapatkan tanggapan yang wajar dari rekan-rekannya yang se klik.
Ø  Klik memungkinkan remaja mengembangkan kemempuan dalam keterampilan-keterampilan sosial sehingga dia lebih mudah menyesuaikan diri dengan keadaan.
Ø  Lazimnya suatu klik mempunyai pola prilaku dan kaidah-kaidah tertentu yang mendorong remaja untuk bersikap tindak secara dewasa.
Ø  Rasa aman yang ditimbulkan karena remaja diterima oleh kliknya akan menimbulkan dorongan untuk hidup secara mandiri (artinya tidak tergantung pada siapa pun)
Namun di balik peranan yang positif itu, harus di pertimbangkan pula bahwa kemugkinan timbulnya peranan yang negatif tetap akan ada. Kemungkinan terjadinya peranan-peranan yang negatif itulah yang senantiasa harus dicegah, baik oelh orang tua, para guru, dan pihak-pihak lain yang merasa tanggung jawab terhadap masa depan yang benar dan baik dari para remaja.
            Hal-hal yang negatif itu adalah, sebagai berikut:
a.  Klik mendorong anggotanya untuk bersikap diskriminatif terhadap bukan anggota klik (hal ini mungkin menimbulkan sikap tindak yang kurang adil)
b.  Klik mendorong terjadiinya individualisme karena rasa kepatuhan hanya dikembangkan secara pribadi (individual)
c.  Kadang-kadang timbul rasa iri hati dari anggota-anggota klik yang berasal dari keluarga yang kurang mampu, terhadap mereka yang berasal dari keluarga yang lebih mampu.
d.  Kesetiaan terhadap klik kadang-kadang mengakibatkan terjadinya pertentangan dengan orang tua, saudara atau kerabat.
e.  Klik merupakan suatu kelompok yang tertutup yang sulit sekali di tembus sehingga penilaian terhadap sikap tindak anggotanya sukar dilakukan oleh pihak luar.
f.  Suatu klik mendorong anggota-anggotanya untuk menyerasikan diri dengan pola kehidupan yang latar belakangnya sehingga sulit untuk mengadakan penyesuaian dengan phak-pihak yang berbeda latar belakangnya.
Kalau seorang remaja menjadi snggota klik tertentu, orang tua sebaiknya mempertimbangkan secara mantap terlebih dahulu, sbelum memberikan suatu keputusan. kalau klik tersebut memang cenderung kurang baik sehingga mungkin berkembang menjadi “gang”, remaja harus diberi pengertian yang mendalam bahwa sebaiknya ia tidak menjadi anggota klik tersebut dan lebih baik mencari teman-teman lain.
            Namun, kalau ternyata klik tersebut lebih banyak menghasilkan hal-hal yang positif bagi motivasi dan keberhasilan studi, jendaknya si remaja dbiarkan menjadi anggota klik tersebut. Hal itu bukan lah berarti bahwa klik akan dapat menggantikan peranan orang tua terhadap anaknya yang remaja, kontak dan komunikasi dengan anak masih tetap harus di pelihara dan dikembangkan. Peranan orang tua terhdap anak (baik yang masih anak-anak maupun yang sudah remaja), tidak dapat digantikan secara utuh oleh puhak-pihak lain. Oleh karena itu, apabila salah seorang orang tua menikah lagi (karena pihak lain meninggal dunia atau karena perceraian), diperlukan suatu proses penyesuaian yang sangat mendalam.

3. Kelompok Pendidik (Sekolah)
            kelompok pendidik sebenarnya tidak hanya mencakup sekolah saja karena sekolah hanya menyelenggarakan pendidikan formal. Namun, di dalam makalah ini pembicaraan yang hanya akan di batasi pada kelompok pendidik atau guru yang mengajar di sekolah, yang diharapkan menciptakan suatu suasanaa yang sangat mendorong motivasi dan keberhasilan studi anak didiknya.
            Pada sekolah-sekolah yang menyelenggarakan pendidikan awal seperti Taman kanak-kanak, Sekolah Dasar dan Sekolah lanjutan tingkat Pertama, peranan guru sangat besar dan bahkan dominan. Pada taraf pendidikan formal tersebut, guru mempunyai peranan yang cenderung mutlak di dalam membentuk dan mengubah pola prilaku anak didik. Dengan demikian, hasil kegiatan guru tersebut akan tampak nyata pada kadar motivasi dan keberhasilan studi pada taraf itu, yang mempunyai pengaruh yang sangat besar pada tahap-tahap pendidikan selanjutnya.
            Keadaan berubah setelah anak (yang sudah menjadi remaja) memasuki Sekolah Lanjutan Tingkat Atas. Peranan guru di dalam mebentuk dan mengubah prilaku anak didik, di batasi dengan peranan anak didik itu sendiri di dalam membentuk dan mengubah perilakunya. sudah tentu bahwa guru masih tetap berperan di dalam hal membimbing anak didiknya agar mempunyai motivasi yang besar untuk menyelesaikan studinya dengan benar dan baik. Setidak-tidaknya itulah yang menjadi peranan yang sangat diharapkan dari guru di Sekolah Lanjtan Tingkat Atas.
            Pada tahap ini para siswa yang terdiri dari para remaja mulai mempunyai sikap tertentu terhadap gurunya, kepribadiannya mulai terbentuk dan menuju kepribadian. Oleh karena itu, para remaja mulai mengkritik keadaan sekolah yang kadang-kadang tidak memuaskan baginya.
            Lazimnya kritik tersebut di lancarkan terahadap hal-hal sebagai berikut:
1)      Guru-guru terlampou tua, masih mengembangkan pavoritisme terhadap murid-murid dan hanya melakukan tugas mengajar sebagai pekerjaan rutin yang tidak berkembang.
2)      Kebanyaan guru tidak mau mencari penyerasian nilai dengan anak didik, tetapi cenderung senantiasa membenarkan nilai-nilai yang di anut golongan tua.
3)      Mata pelajran yang di ajarkan kebanyakan merupakan mata pelajran wajib sehingga tidak ada peluang untuk mengembangkan bakat.
4)      Di dalam proses belajar mengajar lebih banyak di pergunakan metode ceramah sehingga kemungkinan mengadakan diskusi dengan guru sdikit sekali.
5)      Kesempatan yang diberikan kepada siswa untuk ikut serta mengelola sekolah hampir-hampir tidak di berikan.
6)      Jarak antara guru dengan siswa di pelihara sedemikian rupa sehingga yan lazim adalah hubungan yang dilakukan secara formal.

BAB III
KESIMPULAN

            Dapat di simpulkan bahwa hal-hal yang di ceritakan di atas merupakan sebagian kecil dari masalah-masalah yang di hadapi dalam pendidikan anak dan remaja, yang berasal dari rumah, lingkungan sepermainan anak dan remaja itu, maupun sekolahnya. Di dalam menelaah masalah-masalah tersebut seyogyanya di adakan pemisahan yang tegas antara pengaruh yang negatif dan positif terhadap motifasi dan keberhasilan studi, walaupun hal itu mungkin tidak sesuai dengan nilai-nilai yang di anut orang tua.
            Orang tua sebenarnya merupakan kunci motivasi dan keberhasilan studi anak dan remaja. Tidak ada pihak lain yang akan dapat menggantikan peranan orang tua dengan seutuhnya. Keberhasilan orang tua di dalam menunjang motivasi dan keberhasilan studi terletak pada eratnya hubungan antara orang tua dengan anak-anaknya. Orang tua merupakan tempat anak berlindung dan mendapatkan kedamaian melalui keserasian antara ketertiban dengan ketentraman, dengan mempertimbangkan pengaruh-pengaruh yang datang dari luar rumah.
 
DAFTAR PUSTAKA
v  Soekanto Soerjono. 2012. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.
v  Nasution. 2004. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara
v  Sadulloh Uyoh. 2011. Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung: Alvabeta CV.
v  Hamzah. 2007. Profesi Kependidikan. Jakarta: Bumi Aksara
v  Maliki Zainuddin. 2009. Sosiologi Pendidikan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

Tidak ada komentar:

Posting Komentar