BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kehidupan
manusia senantiasa mengalami perubahan. Kita yang dahulu kecil tanpa tahu apa
pun, kini tumbuh dewasa. Kematangan fisik dan intelektual kita bertambah.
Begitu pun, kehidupan masyarakat. Keadaan masyarakat senantiasa mengalami
perubahan, perkembangan, dan pergantian. Perubahan-perubahan ini dalam ilmu
sosial dinamakan perubahan sosial budaya.
Perubahan
sosial budaya yang terdapat dalam suatu masyarakat dari aspek Sosial, Budaya,
Politik, Agama dan sebagainya. Sebagai tugas mandiri mata kuliah’’Sosiologi
Pendidikan’’ yang berjudul‘’Pendidikan Kunci Perubahan dan
Perubahan Sosial Budaya Terhadap Perilaku Masyarakat”. Dalam
makalah ini akan membahas pendidikan dan perilaku masyarakat yang dimana
mengalami perubahan.
Dalam
prespektif kritis, tugas pendidikan adalah melakukan refleksi kritis, terhadap
system dan ‘’ideologi yang dominan” yang tengah nerlaku di masyarakat, serta
menantang system tersebut untuk memikirkan alternative kearah trasformasi
sosial menuju suatu masyarakat yang adil. Dengan kata lain pendidikan
menghasilkan intelektual yang dapat memanifestasikan ilmunya untuk melakukan
tindakan kritis terhadap system ketidak adilan sosial, dan menjadi intelektual
organik. Gramsci mengatakan, kaum intelektual merupakan “deputi” dari kelas
dominan yang menjalankan fungsi khusus dari hegemoni sosial dan pemerintahan
sosial.
Modernisasi adalah suatu proses transformasi
dari suatu perubahan ke arah yang lebih maju atau meningkat di berbagai aspek
dalam kehidupan masyarakat. Secara sederhana, dapat dikatakan bahwa modernisasi
adalah proses perubahan dari cara-cara tradisional ke cara-cara baru yang lebih
maju dalam rangka untuk peningkatan kualitas hidup masyarakat. Sebagai suatu
bentuk perubahan sosial, modernisasi biasanya merupakan bentuk perubahan sosial
yang terarah dan terencana. Perencanaan sosial (social planning) dewasa ini
menjadi ciri umum bagi masyarakat atau negara yang sedang mengalami
perkembangan. Suatu perencanaan sosial haruslah didasarkan pada pengertian yang
mendalam tentang bagaimana suatu kebudayaan dapat berkembang dari taraf yang
lebih rendah ke taraf yang lebih maju atau modern.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa Pengertian Dari Pendidikan dan Apa tujuan Pendidikan Itu?
2.
Apa Pengertian Dari Perubahan Sosial Budaya Sendiri?
3.
Apa Hubungan Antara Perubahan Sosial Dan Perubahan Kebudayaan?
4.
Kenapa Pendidikan Sebagai Kunci Perubahan?
5.
Bagaimana Eksistensi Pendidikan Dalam Perubahan Sosial Budaya Sendiri?
6.
Kenapa Perubahan Sosial Budaya Mempengaruhi Perilaku Masyarakat?
C. Tujuan Pembahasan
1.
Mengetahui Pengertian dari Pendidikan dan Tujuan Pendidikan
2.
Mengetahui Pengertian Dari Perubahan Sosial Budaya
3.
Mengetahui
Hubungan Antara Perubahan Sosial Dan Perubahan Kebudayaan
4.
Mengetahui Pendidikan Sebagai Kunci Perubahan
5.
Mengetahui Eksistensi Pendidikan Dalam Perubahan Sosial Budaya
6.
Mengetahui Perubahan Sosial Budaya Mempengaruhi Perilaku Masyarakat
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pendidikan dan Tujuan
Pendidikan
Menurut
Al syaibany ialah perubahan-perubahan yang diinginkan yang diusahakan oleh
proses pendidikan atau usaha pendidikan untuk mencapainya, baik pada tingkah
laku individu dan pada kehidupan pribadinya, atau pada kehidupan masyarakat dan
pada alam sekitar individu itu hidup atau pada proses pendidikan sendiri dan
proses pengajaran sebagai suatu aktivitas asasi dan sebagai proporsi di antara
profesi-profesi asasi dalam masyarakat.
Menurut Carter V. Good ( dalam buku Dasar Konsep
Pendidikan Moral, 1977 : 1 ) mengemukakan bahwa Pendidikan adalah proses
perkembangan kecakapan seseorang dalam bentuk sikap dan prilaku yang berlaku
dalam masyarakatnya. Proses sosial dimana seseorang dipengaruhi oleh sesuatu
lingkungan yang terpimpin (khususnya di sekolah) sehingga ia dapat mencapai
kecakapan social dan mengembangkan kepribadiaannya.
Menurut:
Frederick J. Mc Donald Pendidkan adalah suatu proses atau kegiatan yang
diarahkan untuk merubah tabiat (behavior) manusia. Yang dimaksud dengan
behavior adalah setiap tanggapan atau perbuatan seseorang, sesuatu yang
dilakukan seseorang.
Menurut
KI Hajar Dewantara Pendidikan sebagai daya upaya untuk memajukan budi pekerti,
pikiran serta jasmani anak, agar dapat memajukan kesempurnaan hidup yaitu hidup
dan menghidupkan anak yang selaras dengan alam dan lingkungannya.
Menurut Godfrey Thomson ( dalam buku Dasar Konsep
Pendidikan Moral, 1977:2 ) mengemukakan bahwa: Pendidikan adalah pengaruh
lingkungan atas individu untuk menghasilkan perubahan yang tepat didalam
kebiasaan tingkah lakunya, pikiranya dan perasaannya.
Menurut Darmaningtyas Mengatakan tentang
definisi pendidikan yaitu pendidikan sebagai usaha dasar dan sistematis untuk
mencapai taraf hidup dan kemajuan yang lebih baik.
Menurut
ketetapan MPRS No. IV/MPRS/1973 tentang GBHN, tujuan pendidikan Nasional
sebagai berikut: pembangunan dibidang pendidikan didasarkan atas falsafah
negara Pancasila dan diarahkan untuk membentuk manusia-manusia pembangunan yang
berpancasila dan untuk membentuk manusia yang sehat jasmani dan rohaninya,
memiliki pengetahuan dan keterampilan, dapat mengembangkan kreativitas dan
tanggung jawab, dapat mengembangkan kecerdasan yang tinggi dan disertai budi
pekerti yang luhur, mencintai bangsanya dan mencintai sesama manusia.
Menurut
TAP MPR No. II/MPR/1993 yaitu meningkatkan kualitas manusia Indonesia, yaitu
manusia yang beriman dan bertakwa terhadap TuhanYang Maha Esa, berbudi pekerti
luhur, berkepribadian, mandiri, maju, tangguh, cerdas, kreatif, terampil,
disiplin, beretos kerja profesional serta sehat jasmani dan rohani. menurut UU
Sisdiknas pasal 3 Thn 2003. pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada TuhanYang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Ada
beberapa tujuan pendidikan yang pernah muncul dalam sejarah. Plato sangat
menekankan pendidikan untuk mewujudkan negara idealnya. Ia mengatakan bahwa
tugas pendidikan adalah membebaskan dan memperbaharui; lepas dari belenggu ketidaktahuan
dan ketidakbenaran. Aristoteles mempunyai tujuan pendidikan yang mirip dengan
Plato, tetapi ia mengaitkannya dengan tujuan negara. Ia mengatakan bahwa tujuan
pendidikan haruslah sama dengan tujuan akhir dari pembentukan negara yang harus
sama pula dengan sasaran utama pembuatan dan penyusunan hukum serta harus pula
sama dengan tujuan utama konstitusi, yaitu kehidupan yang baik dan yang
berbahagia (eudaimonia). Tujuan universitas di Eropah adalah mencari kebenaran.
Pada era Restorasi Meiji di Jepang, tujuan pendidikan dibuat sinkron dengan
tujuan negara; pendidikan dirancang untuk kepentingan negara.
B. Pengertian Perubahan Sosial
Budaya
Sebenarnya
di dalam kehidupan sehari – hari, acap kali tidak mudah untuk menentukan letak
garis pemisah antara perubahan sosial dan perubahan kebudayaan. Hal itu
disebabkan tidak ada masyarakat yang tidak mempunyai kebudayaan, dan sebaliknya
tidak mungkin ada kebudayaan yang tidak terjelma dalam suatu masyarakat. Hal
itu mengakibatkan bahwa garis pemisah di dalam kenyataan hidup antara perubahan
sosial dan kebudayaan lebih sukar lagi untuk ditegaskan. Biasanya antara kedua
gejala itu dapat ditemukan hubungan timbal balik sebagai sebab dan akibat.
Perubahan
sosial budaya adalah perubahan yang terjadi dalam struktur/ organisasi sosial
masyarakat sehingga menghasilkan suatu pola kehidupan yang tidak serasi
fungsinya bagi masyarakat yang bersangkutan.
Pengertian Menurut Beberapa Tokoh
a.
Gillin dan Gillin Perubahan sosial budaya adalah suatu variasi dari cara-cara
hidup yang diterima yang disebabkan oleh perubahan pada kondisi geografis,
kebudayaan material, komposisi penduduk, ideologi maupun karena adanya difusi
dan penemuan baru dalam masyarakat itu sendiri.
b.
Samuel Koenig Perubahan sosial budaya adalah perubahan yang menunjuk pada
modifikasi-modifikasi yang terjadi dalam pola-pola kehidupan manusia.
c.
Selo Soemardjan Perubahan sosial budaya adalah perubahan yang terjadi pada
lembaga-lembaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat yang mempengaruhi
sistem sosialnya.
d.
Kingsley Davis Perubahan sosial budaya adalah perubahan yang terjadi dalam
struktur masyarakat.
e.
Mac Iver Perubahan sosial budaya adalah perubahan dalam hubungan sosial atau
perubahan terhadap keseimbangan sosial tersebut.
f.
William F. Ogburn Perubahan sosial budaya adalah perubahan yang mencakup
unsur-unsur kebudayaan baik material maupun non-material.
C. Hubungan Antara Perubahan Sosial
Dan Perubahan Kebudayaan
Teori
- teori mengenai perubahan – perubahan sering mempersoalkan perbedaan antara
perubahan – perubahan sosial dengan perubahan – perubahan kebudayaan. Perbedaan
demikian tergantung dari adanya perbedaan pengertian tentang masyarakat dan
kebudayaan. Apabila perbedaan pengertian tersebut dapat dinyatakan dengan
tegas, maka dengan sendirinya perbedaan antara perubahan – perubahan sosial dan perubahan –
perubahan kebudayaan dapat dijelaskan.
Kingsley Davis berpendapat bahwa
perubahan sosial merupakan bagian dari perubahan kebudayaan. Perubahan dalam kebudayaan mencakup semua bagiannya, yaitu: kesenian, ilmu
pengetahuan, teknologi, filsafat, dan seterusnya, bahkan perubahan – perubahan dalam
bentuk serta aturan – aturan organisasi
sosial. Sebagai contoh dikemukakannya perubahan pada logat bahasa Aria setelah
terpisah dari induknya. Akan tetapi, perubahan tersebut tidak mempengaruhi
organisasi sosial masyarakatnya. Perubahan – perubahan tersebut lebih merupakan
perubahan kebudayaan ketimbang perubahan sosial.
Ruang lingkup perubahan kebudayaan
lebih luas. Sudah barang tentu ada unsur -
unsur kebudayaan yang dapat dipisahkan dari masyarakat, tetapi perubahan
– perubahan dalam kebudayaan tidak perlu memengaruhi system sosial. Seseorang
sosiolog akan lebih memerhatikan perubahan kebudayaan yang bertitik tolak dan
timbul dari organisasi sosial, serta memengaruhinya. Pendapat tersebut dapat
dikembalikan pada pengertian sosiolog tersebut tentang masyarakat dan
kebudayaan.
Masyarakat, menurut kingsley Davis,
adalah system hubungan dalam arti hubungan antara organisasi – organisasi, dan
bukan hubungan antara sel – sel. Kebudayaan dikatakannya mencakup segenap cara berpikir dan bertingkah laku,
yang timbul karena interaksi yang bersifat komulatif seperti menyampaikan buah
pikiran secara simbolis dan bukan karena warisan yang berdasarkan keturunan. Apabila diambil definisi kebudayaan dari Taylor yang mengatakan bahwa
kebudayaan adalah suatu kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan,
kesenian, moral, hukum adat istiadat dan setiap kemampuan serta kebiasaan
manusia sebagai warga masyarakat, perubahan – perubahan kebudayaan merupakan
setiap perubahan dari unsur – unsur tersebut.
Sebenarnya
di dalam kehidupan sehari – hari, acap kali tidak mudah untuk menentukan letak
garis pemisah antara perubahan sosial dan perubahan kebudayaan karena tidak ada
masyarakat yang tidak mempunyai kebudayaan dan sebaliknya tidak mungkin ada
kebudayaan yang tidak terjelma dalam suatu masyarakat. Dengan demikian walaupun
secara teoritis dan analitis pemisahan antara pengertian – pengertian tersebut
dapat dirumuskan, di dalam kehidupan nyata, garis pemisah tersebut sukar dapat
dipertahankan. Hal yang jelas adalah perubahan – perubahan sosial dan
kebudayaan mempunyai suatu aspek yang sama, yaitu kedua bersangkut – paut
dengan suatu penerimaan cara – cara baru atau suatu perbaikan dalam cara suatu
masyarakat memenuhi kebutuhan – kebutuhannya. Penjelasan
ini lebih menegaskan lagi, tetapi kesukaran kita meletakkan garis pemisah
antara perubahan sosial dan perubahan kebudayaan. Apabila kalau dilihat contoh
berikut bahwa perubahan kebudayaan tidak menyebabkan terjadinya perubahan
sosial. Misalnya perubahan – perubahan dalam model pakaian dan kesenian dapat
terjadi atnpa memengaruhi lembaga – lembaga kemasyarakatan atau system sosial,
namun, sukar pula dibayangkan terjadinya perubahan – perubahan sosial tanpa
didahului oleh perubahan kebudayaan. Lembaga – lembaga kemasyarakatan seperti
keluarga, perkawinan, hak milik, perguruan tinggi, atau Negara tak akan
mengalami perubahan apapun bila tak didahului oleh suatu perubahan fundamental
di dalam kebudayaan. Suatu perubahan sosial dalam bidang kehidupan tentu tidak
mungkin berhenti pada suatu titik karena perubahan dibidang lain akan segera
mengikutinya. Ini disebabkan karena struktur lembaga – lembaga kemasyarakatan
sifatnya jalin – menjalin. Apabila suatu Negara mengubah undang – undang
dasarnya atau bentuk pemerintahannya, perubahan yang kemudian terjadi tidak
hanya terbatas pada lembaga – lembaga politik saja.
Pada dewasa ini proses – proses pada
perubahan – perubahan sosial dapat diketahui dari adanya ciri – ciri tertentu,
yaitu sebagai berikut.
1.
Tidak ada masyarakat yang berhenti perkembangannya karena setiap masyarakat
mengalami perubahan yang terjadi secara lambat atau secara cepat.
2.
Perubahan yang terjadi pada lembaga kemasyarakatan tertentu, akan diikuti
dengan perubahan – perubahan pada lembaga – lembaga sosial lainnya. Karena
lembaga – lembaga sosial tadi sifatnya interdependen, maka sulit sekali untuk
mengisolasi perubahan pada lembaga – lembaga sosial tertentu saja. Proses awal
dan proses – proses selanjutnya merupakan suatu mata rantai.
3.
Perubahan – perubahan sosial yang cepat biasanya mengakibatkan disorganisasi
yang bersifat sementara karena berada di dalam proses penyesuaian diri.
Disorganisasi akan diikuti oleh suatu reorganisasi yang mencakup pemantapan
kaidah – kaidah dan nilai – nilai yang baru.
4.
Perubahan – perubahan tidak dapat dibatasi pada bidang kebendaan atau bidang
spiritual saja karena kedua bidang tersebut mempunyai kaitan timbal balik yang
sangat kuat.
a.
Social process, the circulation of
various rewards, facilities, and personnel in an exsisting structure.
b.
Segmentation: the proliferation of
structural units that do not differqualitatitively from exsisting units.
c.
Structural change: the emerge of qualitatitively new complexes of roles and
organization.
d. Changes in group structure: the shifts in
the composition of groups, the level of consciousness of groups, and the
relations among the groups in society.
D. Pendidikan Sebagai Kunci
Perubahan
Tahun
2013 pemerintah provinsi DKI Jakarta akan menaikan masa wajib belajar yang
tadinya hanya Sembilan tahun menjadi dua belas tahun. Keputusan ini disambut
dengan antusias oleh seluruh warga Jakarta. Dalam program ini pemerintah
menargetkan kepada mereka yang hidup di bawah garis kemiskinan. Pemerintah
berharap dengan modal pendidikan yang cukup masyarakat akan mampu merubah
hidupnya menjadi lebih baik dari sebelumnya. Selain itu program tersebut
dinilai akan mengurangi jumlah anak putus sekolah.
Pelaksanaan
program wajib belajar sebenarnya sudah dilakukan sejak masa kepemimpinan
presiden Sukarno. Wajib belajar diharapkan mampu menciptakan generasi bangsa
yang bertugas mengisi kemerdekaan Indonesia masa kolonialisme dengan semangat
anti imperialisme. Setelah bergantinya rezim dari rezim Sukarno kepada rezim
Suharto pendidikan berkembang menjadi sebuah industrialisasi yang
berorientasikan kepada keuntungan yang bersifat komersial.
Sejarah mencatat pendidikan memang selalu dijadikan alat legitimasi guna melanggengkan dominasi mereka. Dalam system ini pendidikan tidak ubahnya seperti Sebuah
pabrik yang betujuan menciptakan manusia – manusia yang bersifat mekanis. Tidak
hanya bersifat mekanis pendidikan bagi mereka juga sebagai sarana untuk
memproduksi sistem struktur sosial yang tidak adil dan bersifat kompetitif. Seperti istilah durkheim bahwa “pendidikan
bermakna ganda, disatu sisi berfungsi sebagai pencerah atau pembebas, tapi sisi
lain bersifat sebagai belenggu.
Tidak
bisa dibantahkan bahwa pendidikan dari zaman ke zaman memang tidak pernah
terbebas dari kepentingan politik. Di indonesia sendiri pada masa kolonial
belanda, pendidikan dijadikan alat bagi untuk meningkatkan hasil produksi
dengan menciptakan buruh- buruh terampil yang berasal dari kaum pribumi. Pada
tahun 1901 pemerintah belanda melakukan politik etis yang bersifat setali tiga uang. Pertama , memecah kelompok sosial
masyarakat pribumi dengan menciptakan priyayi modern yang nantinya akan bekerja
pada perusahaan- perusahaan belanda. Kedua,
melakukan politik diskriminatif ditengah- tengah pendidikan yang
dijalankannya.
Dalam
era Globalisasi kapitalisme seperti ini, pendidikan dihadapkan pada tantangan
bagaimana mengaitkan konteks dan analisanya untuk memahamiglobalisasi secara
kritis. Pendidikan tidak pernah berdiri bebas tanpa berkaitan secara dialektis
dengan lingkungan (Negara, masyarakat dan metode produksi) dimana pendidikan
diselenggarakan.
Oleh karena itu, proses pendidikan sebagai proses pembebasan tidak pernah
terlepas dari system dan struktur sosial, yakni konteks sosial, yakni konteks
sosial yang menjadi penyebab dehumanisasi dan keterasingan pada waktu
pendidikan diselenggarakan.
Dalam
prespektif kritis, tugas pendidikan adalah melakukan refleksi kritis, terhadap
system dan”ideology yang dominan ” yang tengah berlaku di masyarakat, serta
menantang system tersebut untuk memikirkan alternative kearah transformasi
sosial menuju suatu masyarakat yang adil. Dengan kata lain pendidikan
seharusnya menghasilkan intelektual yang dapat memanifestasikan ilmu y untuk
melakukan tindakan kritis terhadap system ketidak adilan sosial, dari kelas
dominan yang menjalankan fungsi khusus dari hegemoni sosial dan pemerintahan
sosial.
Dalam
prespektif kritis, pendidikan mampu menciptakan ruang untuk mengidentifikasi
dan menganalisis secara bebas dan kritis untuk trasformasi sosial. Dengan kata
lain tugas utama pendidikan adalah “memanusiakan” kembali manusia yang
mengalami “dehumanisasi” karena system dan struktur yang tidak adil. Karena
pendidikan tidak mungkin dan tidak bisa netral, obyektif maupun “detachmen”
dari kondisi masyarakat. Kondisi netral dari pendidikan tidaklah ada, karena
sebenarnya netral merupakan sikap memihak pada kesalahan.
Neo
liberalism yang begitu gencar akhir-akhir ini seakan mengajak seluruh penghuni
bumi untuk bersepakat dengan “the End of
History”, bahwa sejarah peradaban manusia telah selesai dengan kapitalisme
liberal. Dunia bersepakat bahwa masa depan dunia yang sejahtera akan terjadi
dengan Neo-Liberalisme, Globalisasi, Pasar Bebas.
Pendidikan
menjadi memiliki kompetensi, ketika pendidikan itu tidak hanya mampu
beradaptasi dengan lingkungan, tetapi melahirkan kalau di dalam pengetahuan
terdapat teori, maka teori tersebut bukannya teori yang memanfaatkan keadaan,
tetapi teori yang mengubah keadaan. Maka jika pendidikan diupayakan hendak
membebaskan bangsa dan rakyat Indonesia, yang bersumber pada belenggu
kapitalisme-imperialisme, maka tugas teori kita adalah membangun dari teori
nilai lebih menuju nilai lebih teori.
E. Eksistensi Pendidikan Dalam
Perubahan Sosial Budaya
Pendidikan
merupakan investasi besar bagi suatu negara. Pendidikan menyangkut kepentingan
semua warga negara, masyarakat, negara, institusi-institusi dan berbagai
kepentingan lain. Ini disebabkan pendidikan berkaitan erat dengan outcomenya
berupa tersedianya SDM yang handal untuk menyuplai berbagai kepentingan. Oleh
sebab itu titik berat pembangunan pendidikan terletak pada peningkatan mutu
setiap jenis dan jenjang, serta perluasan kesempatan belajar pada pendidikan
dasar. Pendidikan memegang kunci keberhasilan suatu negara di masa depan. Namun
kenyataan membuktikan, khususnya di Indonesia, pendidikan masih belum dipandang
vital, khususnya oleh para pemegang tampuk kepemimpinan negara.
Menurut
Tilaar (2004), pendidikaan saat ini telah direduksikan sebagai pembentukan
intelektual semata sehingga menyebabkan terjadinya kedangkalan budaya dan
hilangnya identitas lokal dan nasional. Perubahan global dan liberalisasi
pendidikan memaksa lembaga-lembaga pendidikan menghasilkan lulusan yang sesuai
dengan kebutuhan pasar. Pendidikan yang hanya berorientasi pasar sesungguhnya
telah kehilangan akar pada kesejatian dan identitas diri. Gejala-gejala
pendangkalan ini sekarang mudah dibaca.
Misi
pendidikan adalah mewariskan ilmu dari generasi ke generasi selanjutnya. Ilmu
yang dimaksud antara lain pengetahuan, tradisi dan nilai-nilai budaya
(keberadaban). Secara umum penularan ilmu tersebut telah diemban oleh
orang-orang yang concern terhadap enerasi selanjutnya. Mereka diwakili oleh
orang yang punya visi kedepan, yaitu menjadikan generasi yang lebih baik dan
beradab. Apabila berbicara pendidikan berskala nasional maka secara umum konsep
pendidikan nasional di Indonesia tak lagi memperlihatkan keberpihakan terhadap
dunia pendidikan di berbagai daerah. Salah satu contoh yaitu kontroversial
mengenai Ujian Nasional yang memperlihatkan betapa sentralistiknya pendidikan
saat ini. Pusat terkesan memaksa seleranya terhadap anak didik di daerah.
Salah
seorang pakar pendidikan di Indonesia, Dr Anita Lie dalam presentasi mengenai
Renstra Biro Pendidikan LPMAK yang berlangsung di Sheraton Hotel Timika belum
lama ini mengakui ada ketidakberesan dalam konsep pendidikan nasional. Anita
bahkan merujuk pada materi Ujian Nasional yang cenderung membebani masyarakat
pendidikan di daerah-daerah. ( Maliki, Zainuddin. 2010. Sosiologi Pendidikan.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press).
Pendidikan
saat ini telah direduksikan sebagai pembentukan intelektual semata, sehingga
menyebabkan terjadinya kedangkalan budaya dan hilangnya identitas lokal dan
nasional (Tilaar, 2004). Perubahan yang global dengan liberalisasi pendidikan
sehingga menuntut lembaga pendidikan untuk mampu menghasilkan kualitas peserta
didik yang dapat bersaing secara kompetitif agar dapat diterima pasar. Tuntutan
untuk memenuhi kebutuhan pasar ini pada akhirnya akan mendorong lembaga
pendidikan menjadi lebih bercirikan knowledge based economy institution.
Pendidikan yang hanya berorientasi untuk mencetak generasi yang bisa diterima
pasar secara ekonomis hanya akan mampu mencetak peserta didik yang berpikir dan
bertindak global sehingga mereka tidak memiliki kecerdasan emosional yang
akhirnya bermuara pada terjadinya krisis moral dari peserta didik. (Tilaar, A.
R. 2004. Paradigma Baru Pendidikan Nasional. Jakarta: Rineka Cipta).
Pendidikan
sebagai proses transformasi budaya merupakan kegiatan pewarisan budaya dari
satu generasi ke generasi yang lain (Tirtarahardja dan Sulo, 2005:33).
Pendidikan merupakan proses pemanusiaan untuk menjadikan manusia memiliki rasa
kemanusiaan, menjadi manusia dewasa, dan manusia seutuhnya agar mampu
menjalankan tugas pokok dan fungsi secara penuh dan mengembangkan budaya.
Kebudayaan
adalah keseluruhan dari hasil manusia hidup bermasyarakat yang berisi aksi-aksi
terhadap dan oleh sesama anggota manusia sebagai anggota masyarakat yang
merupakan kepandaian, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, dan adat istiadat.
Salah satu fungsi dari sekolah mencakup fungsi sosial. Sekolah dalam
menjalankan fungsi sosial harus mampu mensosialisasikan peserta didik, sehingga
mereka nantinya bisa merubah diri mereka dan merubah masyarakatnya.
Kebudayaan
dan pendidikan memiliki hubungan timbal balik sebab kebudayaan dapat
dilestarikan dan dikembangkan dengan jalan mewariskan kebudayaan dari generasi
ke generasi penerus dengan jalan pendidikan, baik secara formal, nonformal, dan
informal. Sebaliknya bentuk, ciri-ciri, dan pelaksanaan pendidikan ikut
ditentukan oleh kebudayaan masyarakat di mana proses pendidikan itu berlangsung
(Tirtarahardja dan Sulo, 2005). Pendidikan jika diabaikan dapat diasumsikan
sosial budaya suatu bangsa akan mengalami kepunahan karena tidak ada proses
transfer budaya sehingga tidak ada yang melestarikan dan mengembangkan budaya.(Tirtarahardja,
U., dan Sulo, S. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta)
F. Perubahan Sosial Budaya
Mempengaruhi Perilaku Masyarakat
Modernisasi
adalah suatu proses transformasi dari suatu perubahan ke arah yang lebih maju
atau meningkat di berbagai aspek dalam kehidupan masyarakat. Secara sederhana,
dapat dikatakan bahwa modernisasi adalah proses perubahan dari cara-cara
tradisional ke cara-cara baru yang lebih maju dalam rangka untuk peningkatan
kualitas hidup masyarakat. Sebagai suatu bentuk perubahan sosial, modernisasi
biasanya merupakan bentuk perubahan sosial yang terarah dan terencana.
Perencanaan sosial (social planning) dewasa ini menjadi ciri umum bagi
masyarakat atau negara yang sedang mengalami perkembangan. Suatu perencanaan
sosial haruslah didasarkan pada pengertian yang mendalam tentang bagaimana
suatu kebudayaan dapat berkembang dari taraf yang lebih rendah ke taraf yang lebih
maju atau modern. Di Indonesia, bentuk-bentuk modernisasi banyak kita jumpai di
berbagai aspek kehidupan masyarakatnya, baik dari segi pertanian, industri,
perdagangan, maupun sosial budayanya. Salah satu bentuk modernisasi di bidang
pertanian adalah dengan adanya teknik-teknik pengolahan lahan yang baru dengan
menggunakan mesin-mesin, pupuk dan obat-obatan, irigasi teknis,
varietas-varietas unggulan baru, pemanenan serta penanganannya, dan sebagainya.
Semua itu merupakan hasil dari adanya modernisasi. Pada gambar berikut terlihat
adanya kemajuan atau modernisasi dalam hal pemanenan hasil pertanian.
Berbagai
bidang tersebut dapat berkembang melalui serangkaian proses yang panjang
sehingga mencapai pola-pola perilaku baru yang berwujud pada kehidupan
masyarakat modern. Sayangnya, penggunaan istilah modernisasi banyak
disalahartikan sehingga sisi moralnya terlupakan. Banyak orang yang menganggap
modernisasi hanya sebatas pada suatu kebebasan yang bersifat keduniawian. Tidak
mengherankan juga bila banyak anggota masyarakat yang salah melangkah dalam
menyikapi atau memahami tentang konsep modernisasi. Untuk menghindari
kesimpangsiuran pengertian dan kesalahan pemahaman tentang modernisasi, maka
secara garis besar istilah modern dapat diartikan berikut ini.
1.
Modern berarti kemajuan yang rasional dalam segala bidang dan meningkatnya
taraf penghidupan masyarakat secara menyeluruh dan merata.
2.
Modern berarti berkemanusiaan dan tinggi nilai peradabannya dalam pergaulan
hidup. Agar modernisasi (sebagai suatu proses) tidak mengarah ke angan-angan
belaka, maka modernisasi harus mampu memproyeksikan kecenderungan yang ada
dalam masyarakat sekarang ke arah waktu-waktu yang akan datang.
Proses
modernisasi tidak serta merta terjadi dengan sendirinya. Modernisasi dapat
terjadi apabila ada syarat-syarat berikut ini.
1.
Cara berpikir yang ilmiah yang melembaga dalam kelas penguasa maupun
masyarakat.
2.
Sistem administrasi negara yang baik, yang benar-benar mewujudkan birokrasi.
3.
Adanya sistem pengumpulan data yang baik dan teratur.
4.
Penciptaan iklim yang menyenangkan dari masyarakat terhadap modernisasi dengan
cara penggunaan alat-alat komunikasi massa.
5.
Tingkat organisasi yang tinggi, terutama disiplin diri.
6.
Sentralisasi wewenang dalam pelaksanaan perencanaan sosial.
DAFTAR
PUSTAKA
v Tirtarahardja,
U. dan Sulo, S. 2005. Pengantar
Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta
v Tilaar,
A. R. 2004. Paradigma Baru Pendidikan
Nasional. Jakarta: Rineka Cipta
v Maliki,
Zainuddin. 2010. Sosiologi Pendidikan.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
v Mansour,
Fakih. 2001. Pendidikan yang membebaskan. Yogyakarta: Putaka Pelajar
v Nurani,
Sotyomukti. 2008. Metode Pendidikan Marxis
Sosialis. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
Tidak ada komentar:
Posting Komentar