Kamis, 11 April 2013

Pendidikan Kunci Perubahan dan Perubahan Sosial Budaya Terhadap Perilaku Masyarakat

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kehidupan manusia senantiasa mengalami perubahan. Kita yang dahulu kecil tanpa tahu apa pun, kini tumbuh dewasa. Kematangan fisik dan intelektual kita bertambah. Begitu pun, kehidupan masyarakat. Keadaan masyarakat senantiasa mengalami perubahan, perkembangan, dan pergantian. Perubahan-perubahan ini dalam ilmu sosial dinamakan perubahan sosial budaya.
Perubahan sosial budaya yang terdapat dalam suatu masyarakat dari aspek Sosial, Budaya, Politik, Agama dan sebagainya. Sebagai tugas mandiri mata kuliah’’Sosiologi Pendidikan’’ yang berjudul‘’Pendidikan Kunci Perubahan dan Perubahan Sosial Budaya Terhadap Perilaku Masyarakat”. Dalam makalah ini akan membahas pendidikan dan perilaku masyarakat yang dimana mengalami perubahan.
Dalam prespektif kritis, tugas pendidikan adalah melakukan refleksi kritis, terhadap system dan ‘’ideologi yang dominan” yang tengah nerlaku di masyarakat, serta menantang system tersebut untuk memikirkan alternative kearah trasformasi sosial menuju suatu masyarakat yang adil. Dengan kata lain pendidikan menghasilkan intelektual yang dapat memanifestasikan ilmunya untuk melakukan tindakan kritis terhadap system ketidak adilan sosial, dan menjadi intelektual organik. Gramsci mengatakan, kaum intelektual merupakan “deputi” dari kelas dominan yang menjalankan fungsi khusus dari hegemoni sosial dan pemerintahan sosial.
 Modernisasi adalah suatu proses transformasi dari suatu perubahan ke arah yang lebih maju atau meningkat di berbagai aspek dalam kehidupan masyarakat. Secara sederhana, dapat dikatakan bahwa modernisasi adalah proses perubahan dari cara-cara tradisional ke cara-cara baru yang lebih maju dalam rangka untuk peningkatan kualitas hidup masyarakat. Sebagai suatu bentuk perubahan sosial, modernisasi biasanya merupakan bentuk perubahan sosial yang terarah dan terencana. Perencanaan sosial (social planning) dewasa ini menjadi ciri umum bagi masyarakat atau negara yang sedang mengalami perkembangan. Suatu perencanaan sosial haruslah didasarkan pada pengertian yang mendalam tentang bagaimana suatu kebudayaan dapat berkembang dari taraf yang lebih rendah ke taraf yang lebih maju atau modern.  

 B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Dari Pendidikan dan Apa tujuan Pendidikan Itu?
2. Apa Pengertian Dari Perubahan Sosial Budaya Sendiri? 
3. Apa Hubungan Antara Perubahan Sosial Dan Perubahan Kebudayaan?
4. Kenapa Pendidikan Sebagai Kunci Perubahan?
5. Bagaimana Eksistensi Pendidikan Dalam Perubahan Sosial Budaya Sendiri?
6. Kenapa Perubahan Sosial Budaya Mempengaruhi Perilaku Masyarakat?

C. Tujuan Pembahasan
1. Mengetahui Pengertian dari Pendidikan dan Tujuan Pendidikan
2. Mengetahui Pengertian Dari Perubahan Sosial Budaya
3. Mengetahui Hubungan Antara Perubahan Sosial Dan Perubahan Kebudayaan
4. Mengetahui Pendidikan Sebagai Kunci Perubahan
5. Mengetahui Eksistensi Pendidikan Dalam Perubahan Sosial Budaya
6. Mengetahui Perubahan Sosial Budaya Mempengaruhi Perilaku Masyarakat

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Pendidikan dan Tujuan Pendidikan
Menurut Al syaibany ialah perubahan-perubahan yang diinginkan yang diusahakan oleh proses pendidikan atau usaha pendidikan untuk mencapainya, baik pada tingkah laku individu dan pada kehidupan pribadinya, atau pada kehidupan masyarakat dan pada alam sekitar individu itu hidup atau pada proses pendidikan sendiri dan proses pengajaran sebagai suatu aktivitas asasi dan sebagai proporsi di antara profesi-profesi asasi dalam masyarakat.
Menurut  Carter V. Good ( dalam buku Dasar Konsep Pendidikan Moral, 1977 : 1 ) mengemukakan bahwa Pendidikan adalah proses perkembangan kecakapan seseorang dalam bentuk sikap dan prilaku yang berlaku dalam masyarakatnya. Proses sosial dimana seseorang dipengaruhi oleh sesuatu lingkungan yang terpimpin (khususnya di sekolah) sehingga ia dapat mencapai kecakapan social dan mengembangkan kepribadiaannya.
Menurut: Frederick J. Mc Donald Pendidkan adalah suatu proses atau kegiatan yang diarahkan untuk merubah tabiat (behavior) manusia. Yang dimaksud dengan behavior adalah setiap tanggapan atau perbuatan seseorang, sesuatu yang dilakukan seseorang.
 Menurut KI Hajar Dewantara Pendidikan sebagai daya upaya untuk memajukan budi pekerti, pikiran serta jasmani anak, agar dapat memajukan kesempurnaan hidup yaitu hidup dan menghidupkan anak yang selaras dengan alam dan lingkungannya.
Menurut  Godfrey Thomson ( dalam buku Dasar Konsep Pendidikan Moral, 1977:2 ) mengemukakan bahwa: Pendidikan adalah pengaruh lingkungan atas individu untuk menghasilkan perubahan yang tepat didalam kebiasaan tingkah lakunya, pikiranya dan perasaannya.
 Menurut Darmaningtyas Mengatakan tentang definisi pendidikan yaitu pendidikan sebagai usaha dasar dan sistematis untuk mencapai taraf hidup dan kemajuan yang lebih baik.
Menurut ketetapan MPRS No. IV/MPRS/1973 tentang GBHN, tujuan pendidikan Nasional sebagai berikut: pembangunan dibidang pendidikan didasarkan atas falsafah negara Pancasila dan diarahkan untuk membentuk manusia-manusia pembangunan yang berpancasila dan untuk membentuk manusia yang sehat jasmani dan rohaninya, memiliki pengetahuan dan keterampilan, dapat mengembangkan kreativitas dan tanggung jawab, dapat mengembangkan kecerdasan yang tinggi dan disertai budi pekerti yang luhur, mencintai bangsanya dan mencintai sesama manusia.
Menurut TAP MPR No. II/MPR/1993 yaitu meningkatkan kualitas manusia Indonesia, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap TuhanYang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, mandiri, maju, tangguh, cerdas, kreatif, terampil, disiplin, beretos kerja profesional serta sehat jasmani dan rohani. menurut UU Sisdiknas pasal 3 Thn 2003. pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada TuhanYang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Ada beberapa tujuan pendidikan yang pernah muncul dalam sejarah. Plato sangat menekankan pendidikan untuk mewujudkan negara idealnya. Ia mengatakan bahwa tugas pendidikan adalah membebaskan dan memperbaharui; lepas dari belenggu ketidaktahuan dan ketidakbenaran. Aristoteles mempunyai tujuan pendidikan yang mirip dengan Plato, tetapi ia mengaitkannya dengan tujuan negara. Ia mengatakan bahwa tujuan pendidikan haruslah sama dengan tujuan akhir dari pembentukan negara yang harus sama pula dengan sasaran utama pembuatan dan penyusunan hukum serta harus pula sama dengan tujuan utama konstitusi, yaitu kehidupan yang baik dan yang berbahagia (eudaimonia). Tujuan universitas di Eropah adalah mencari kebenaran. Pada era Restorasi Meiji di Jepang, tujuan pendidikan dibuat sinkron dengan tujuan negara; pendidikan dirancang untuk kepentingan negara.

 B. Pengertian Perubahan Sosial Budaya
Sebenarnya di dalam kehidupan sehari – hari, acap kali tidak mudah untuk menentukan letak garis pemisah antara perubahan sosial dan perubahan kebudayaan. Hal itu disebabkan tidak ada masyarakat yang tidak mempunyai kebudayaan, dan sebaliknya tidak mungkin ada kebudayaan yang tidak terjelma dalam suatu masyarakat. Hal itu mengakibatkan bahwa garis pemisah di dalam kenyataan hidup antara perubahan sosial dan kebudayaan lebih sukar lagi untuk ditegaskan. Biasanya antara kedua gejala itu dapat ditemukan hubungan timbal balik sebagai sebab dan akibat.
Perubahan sosial budaya adalah perubahan yang terjadi dalam struktur/ organisasi sosial masyarakat sehingga menghasilkan suatu pola kehidupan yang tidak serasi fungsinya bagi masyarakat yang bersangkutan.
 Pengertian Menurut Beberapa Tokoh
a. Gillin dan Gillin Perubahan sosial budaya adalah suatu variasi dari cara-cara hidup yang diterima yang disebabkan oleh perubahan pada kondisi geografis, kebudayaan material, komposisi penduduk, ideologi maupun karena adanya difusi dan penemuan baru dalam masyarakat itu sendiri.
b. Samuel Koenig Perubahan sosial budaya adalah perubahan yang menunjuk pada modifikasi-modifikasi yang terjadi dalam pola-pola kehidupan manusia.
c. Selo Soemardjan Perubahan sosial budaya adalah perubahan yang terjadi pada lembaga-lembaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat yang mempengaruhi sistem sosialnya.
d. Kingsley Davis Perubahan sosial budaya adalah perubahan yang terjadi dalam struktur masyarakat.
e. Mac Iver Perubahan sosial budaya adalah perubahan dalam hubungan sosial atau perubahan terhadap keseimbangan sosial tersebut.
f. William F. Ogburn Perubahan sosial budaya adalah perubahan yang mencakup unsur-unsur kebudayaan baik material maupun non-material.

C. Hubungan Antara Perubahan Sosial Dan Perubahan Kebudayaan
Teori - teori mengenai perubahan – perubahan sering mempersoalkan perbedaan antara perubahan – perubahan sosial dengan perubahan – perubahan kebudayaan. Perbedaan demikian tergantung dari adanya perbedaan pengertian tentang masyarakat dan kebudayaan. Apabila perbedaan pengertian tersebut dapat dinyatakan dengan tegas, maka dengan sendirinya perbedaan antara  perubahan – perubahan sosial dan perubahan – perubahan kebudayaan dapat dijelaskan.
            Kingsley Davis berpendapat bahwa perubahan sosial merupakan bagian dari perubahan kebudayaan. Perubahan dalam kebudayaan mencakup semua bagiannya, yaitu: kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi, filsafat, dan seterusnya,  bahkan perubahan – perubahan dalam bentuk  serta aturan – aturan organisasi sosial. Sebagai contoh dikemukakannya perubahan pada logat bahasa Aria setelah terpisah dari induknya. Akan tetapi, perubahan tersebut tidak mempengaruhi organisasi sosial masyarakatnya. Perubahan – perubahan tersebut lebih merupakan perubahan kebudayaan ketimbang perubahan sosial.
            Ruang lingkup perubahan kebudayaan lebih luas. Sudah barang tentu ada unsur -  unsur kebudayaan yang dapat dipisahkan dari masyarakat, tetapi perubahan – perubahan dalam kebudayaan tidak perlu memengaruhi system sosial. Seseorang sosiolog akan lebih memerhatikan perubahan kebudayaan yang bertitik tolak dan timbul dari organisasi sosial, serta memengaruhinya. Pendapat tersebut dapat dikembalikan pada pengertian sosiolog tersebut tentang masyarakat dan kebudayaan.
            Masyarakat, menurut kingsley Davis, adalah system hubungan dalam arti hubungan antara organisasi – organisasi, dan bukan hubungan antara sel – sel. Kebudayaan dikatakannya mencakup segenap cara berpikir dan bertingkah laku, yang timbul karena interaksi yang bersifat komulatif seperti menyampaikan buah pikiran secara simbolis dan bukan karena warisan yang berdasarkan keturunan. Apabila diambil definisi kebudayaan dari Taylor yang mengatakan bahwa kebudayaan adalah suatu kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum adat istiadat dan setiap kemampuan serta kebiasaan manusia sebagai warga masyarakat, perubahan – perubahan kebudayaan merupakan setiap perubahan dari unsur – unsur tersebut.
            Sebenarnya di dalam kehidupan sehari – hari, acap kali tidak mudah untuk menentukan letak garis pemisah antara perubahan sosial dan perubahan kebudayaan karena tidak ada masyarakat yang tidak mempunyai kebudayaan dan sebaliknya tidak mungkin ada kebudayaan yang tidak terjelma dalam suatu masyarakat. Dengan demikian walaupun secara teoritis dan analitis pemisahan antara pengertian – pengertian tersebut dapat dirumuskan, di dalam kehidupan nyata, garis pemisah tersebut sukar dapat dipertahankan. Hal yang jelas adalah perubahan – perubahan sosial dan kebudayaan mempunyai suatu aspek yang sama, yaitu kedua bersangkut – paut dengan suatu penerimaan cara – cara baru atau suatu perbaikan dalam cara suatu masyarakat memenuhi kebutuhan – kebutuhannya. Penjelasan ini lebih menegaskan lagi, tetapi kesukaran kita meletakkan garis pemisah antara perubahan sosial dan perubahan kebudayaan. Apabila kalau dilihat contoh berikut bahwa perubahan kebudayaan tidak menyebabkan terjadinya perubahan sosial. Misalnya perubahan – perubahan dalam model pakaian dan kesenian dapat terjadi atnpa memengaruhi lembaga – lembaga kemasyarakatan atau system sosial, namun, sukar pula dibayangkan terjadinya perubahan – perubahan sosial tanpa didahului oleh perubahan kebudayaan. Lembaga – lembaga kemasyarakatan seperti keluarga, perkawinan, hak milik, perguruan tinggi, atau Negara tak akan mengalami perubahan apapun bila tak didahului oleh suatu perubahan fundamental di dalam kebudayaan. Suatu perubahan sosial dalam bidang kehidupan tentu tidak mungkin berhenti pada suatu titik karena perubahan dibidang lain akan segera mengikutinya. Ini disebabkan karena struktur lembaga – lembaga kemasyarakatan sifatnya jalin – menjalin. Apabila suatu Negara mengubah undang – undang dasarnya atau bentuk pemerintahannya, perubahan yang kemudian terjadi tidak hanya terbatas pada lembaga – lembaga politik saja.
            Pada dewasa ini proses – proses pada perubahan – perubahan sosial dapat diketahui dari adanya ciri – ciri tertentu, yaitu sebagai berikut.
1. Tidak ada masyarakat yang berhenti perkembangannya karena setiap masyarakat mengalami perubahan yang terjadi secara lambat atau secara cepat.
2. Perubahan yang terjadi pada lembaga kemasyarakatan tertentu, akan diikuti dengan perubahan – perubahan pada lembaga – lembaga sosial lainnya. Karena lembaga – lembaga sosial tadi sifatnya interdependen, maka sulit sekali untuk mengisolasi perubahan pada lembaga – lembaga sosial tertentu saja. Proses awal dan proses – proses selanjutnya merupakan suatu mata rantai.
3. Perubahan – perubahan sosial yang cepat biasanya mengakibatkan disorganisasi yang bersifat sementara karena berada di dalam proses penyesuaian diri. Disorganisasi akan diikuti oleh suatu reorganisasi yang mencakup pemantapan kaidah – kaidah dan nilai – nilai yang baru.
4. Perubahan – perubahan tidak dapat dibatasi pada bidang kebendaan atau bidang spiritual saja karena kedua bidang tersebut mempunyai kaitan timbal balik yang sangat kuat.
5. Secara tipologis, perubahan – perubahan sosial dapat dikategorikan sebagai berikut.  
a. Social process, the circulation of various rewards, facilities, and personnel in an exsisting structure.
b. Segmentation: the proliferation of structural units that do not differqualitatitively from exsisting units.
c. Structural change: the emerge of  qualitatitively new complexes of roles and organization.
d. Changes in group structure: the shifts in the composition of groups, the level of consciousness of groups, and the relations among the groups in society.

D. Pendidikan Sebagai Kunci Perubahan
Tahun 2013 pemerintah provinsi DKI Jakarta akan menaikan masa wajib belajar yang tadinya hanya Sembilan tahun menjadi dua belas tahun. Keputusan ini disambut dengan antusias oleh seluruh warga Jakarta. Dalam program ini pemerintah menargetkan kepada mereka yang hidup di bawah garis kemiskinan. Pemerintah berharap dengan modal pendidikan yang cukup masyarakat akan mampu merubah hidupnya menjadi lebih baik dari sebelumnya. Selain itu program tersebut dinilai akan mengurangi jumlah anak putus sekolah.
Pelaksanaan program wajib belajar sebenarnya sudah dilakukan sejak masa kepemimpinan presiden Sukarno. Wajib belajar diharapkan mampu menciptakan generasi bangsa yang bertugas mengisi kemerdekaan Indonesia masa kolonialisme dengan semangat anti imperialisme. Setelah bergantinya rezim dari rezim Sukarno kepada rezim Suharto pendidikan berkembang menjadi sebuah industrialisasi yang berorientasikan kepada keuntungan yang bersifat komersial.
Sejarah mencatat pendidikan memang selalu dijadikan alat legitimasi guna melanggengkan dominasi mereka. Dalam system ini pendidikan tidak ubahnya seperti Sebuah pabrik yang betujuan menciptakan manusia – manusia yang bersifat mekanis. Tidak hanya bersifat mekanis pendidikan bagi mereka juga sebagai sarana untuk memproduksi sistem struktur sosial yang tidak adil dan bersifat kompetitif.  Seperti istilah durkheim bahwa “pendidikan bermakna ganda, disatu sisi berfungsi sebagai pencerah atau pembebas, tapi sisi lain bersifat sebagai belenggu.
Tidak bisa dibantahkan bahwa pendidikan dari zaman ke zaman memang tidak pernah terbebas dari kepentingan politik. Di indonesia sendiri pada masa kolonial belanda, pendidikan dijadikan alat bagi untuk meningkatkan hasil produksi dengan menciptakan buruh- buruh terampil yang berasal dari kaum pribumi. Pada tahun 1901 pemerintah belanda melakukan politik etis  yang bersifat setali tiga uang. Pertama , memecah kelompok sosial masyarakat pribumi dengan menciptakan priyayi modern yang nantinya akan bekerja pada perusahaan- perusahaan belanda. Kedua, melakukan politik diskriminatif ditengah- tengah pendidikan yang dijalankannya.
Dalam era Globalisasi kapitalisme seperti ini, pendidikan dihadapkan pada tantangan bagaimana mengaitkan konteks dan analisanya untuk memahamiglobalisasi secara kritis. Pendidikan tidak pernah berdiri bebas tanpa berkaitan secara dialektis dengan lingkungan (Negara, masyarakat dan metode produksi) dimana pendidikan diselenggarakan. Oleh karena itu, proses pendidikan sebagai proses pembebasan tidak pernah terlepas dari system dan struktur sosial, yakni konteks sosial, yakni konteks sosial yang menjadi penyebab dehumanisasi dan keterasingan pada waktu pendidikan diselenggarakan.
Dalam prespektif kritis, tugas pendidikan adalah melakukan refleksi kritis, terhadap system dan”ideology yang dominan ” yang tengah berlaku di masyarakat, serta menantang system tersebut untuk memikirkan alternative kearah transformasi sosial menuju suatu masyarakat yang adil. Dengan kata lain pendidikan seharusnya menghasilkan intelektual yang dapat memanifestasikan ilmu y untuk melakukan tindakan kritis terhadap system ketidak adilan sosial, dari kelas dominan yang menjalankan fungsi khusus dari hegemoni sosial dan pemerintahan sosial.  
Dalam prespektif kritis, pendidikan mampu menciptakan ruang untuk mengidentifikasi dan menganalisis secara bebas dan kritis untuk trasformasi sosial. Dengan kata lain tugas utama pendidikan adalah “memanusiakan” kembali manusia yang mengalami “dehumanisasi” karena system dan struktur yang tidak adil. Karena pendidikan tidak mungkin dan tidak bisa netral, obyektif maupun “detachmen” dari kondisi masyarakat. Kondisi netral dari pendidikan tidaklah ada, karena sebenarnya netral merupakan sikap memihak pada kesalahan.
Neo liberalism yang begitu gencar akhir-akhir ini seakan mengajak seluruh penghuni bumi untuk bersepakat dengan “the End of History”, bahwa sejarah peradaban manusia telah selesai dengan kapitalisme liberal. Dunia bersepakat bahwa masa depan dunia yang sejahtera akan terjadi dengan Neo-Liberalisme, Globalisasi, Pasar Bebas.
Pendidikan menjadi memiliki kompetensi, ketika pendidikan itu tidak hanya mampu beradaptasi dengan lingkungan, tetapi melahirkan kalau di dalam pengetahuan terdapat teori, maka teori tersebut bukannya teori yang memanfaatkan keadaan, tetapi teori yang mengubah keadaan. Maka jika pendidikan diupayakan hendak membebaskan bangsa dan rakyat Indonesia, yang bersumber pada belenggu kapitalisme-imperialisme, maka tugas teori kita adalah membangun dari teori nilai lebih menuju nilai lebih teori.

E. Eksistensi Pendidikan Dalam Perubahan Sosial Budaya
Pendidikan merupakan investasi besar bagi suatu negara. Pendidikan menyangkut kepentingan semua warga negara, masyarakat, negara, institusi-institusi dan berbagai kepentingan lain. Ini disebabkan pendidikan berkaitan erat dengan outcomenya berupa tersedianya SDM yang handal untuk menyuplai berbagai kepentingan. Oleh sebab itu titik berat pembangunan pendidikan terletak pada peningkatan mutu setiap jenis dan jenjang, serta perluasan kesempatan belajar pada pendidikan dasar. Pendidikan memegang kunci keberhasilan suatu negara di masa depan. Namun kenyataan membuktikan, khususnya di Indonesia, pendidikan masih belum dipandang vital, khususnya oleh para pemegang tampuk kepemimpinan negara.
Menurut Tilaar (2004), pendidikaan saat ini telah direduksikan sebagai pembentukan intelektual semata sehingga menyebabkan terjadinya kedangkalan budaya dan hilangnya identitas lokal dan nasional. Perubahan global dan liberalisasi pendidikan memaksa lembaga-lembaga pendidikan menghasilkan lulusan yang sesuai dengan kebutuhan pasar. Pendidikan yang hanya berorientasi pasar sesungguhnya telah kehilangan akar pada kesejatian dan identitas diri. Gejala-gejala pendangkalan ini sekarang mudah dibaca.
Misi pendidikan adalah mewariskan ilmu dari generasi ke generasi selanjutnya. Ilmu yang dimaksud antara lain pengetahuan, tradisi dan nilai-nilai budaya (keberadaban). Secara umum penularan ilmu tersebut telah diemban oleh orang-orang yang concern terhadap enerasi selanjutnya. Mereka diwakili oleh orang yang punya visi kedepan, yaitu menjadikan generasi yang lebih baik dan beradab. Apabila berbicara pendidikan berskala nasional maka secara umum konsep pendidikan nasional di Indonesia tak lagi memperlihatkan keberpihakan terhadap dunia pendidikan di berbagai daerah. Salah satu contoh yaitu kontroversial mengenai Ujian Nasional yang memperlihatkan betapa sentralistiknya pendidikan saat ini. Pusat terkesan memaksa seleranya terhadap anak didik di daerah.
Salah seorang pakar pendidikan di Indonesia, Dr Anita Lie dalam presentasi mengenai Renstra Biro Pendidikan LPMAK yang berlangsung di Sheraton Hotel Timika belum lama ini mengakui ada ketidakberesan dalam konsep pendidikan nasional. Anita bahkan merujuk pada materi Ujian Nasional yang cenderung membebani masyarakat pendidikan di daerah-daerah. ( Maliki, Zainuddin. 2010. Sosiologi Pendidikan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press).
Pendidikan saat ini telah direduksikan sebagai pembentukan intelektual semata, sehingga menyebabkan terjadinya kedangkalan budaya dan hilangnya identitas lokal dan nasional (Tilaar, 2004). Perubahan yang global dengan liberalisasi pendidikan sehingga menuntut lembaga pendidikan untuk mampu menghasilkan kualitas peserta didik yang dapat bersaing secara kompetitif agar dapat diterima pasar. Tuntutan untuk memenuhi kebutuhan pasar ini pada akhirnya akan mendorong lembaga pendidikan menjadi lebih bercirikan knowledge based economy institution. Pendidikan yang hanya berorientasi untuk mencetak generasi yang bisa diterima pasar secara ekonomis hanya akan mampu mencetak peserta didik yang berpikir dan bertindak global sehingga mereka tidak memiliki kecerdasan emosional yang akhirnya bermuara pada terjadinya krisis moral dari peserta didik. (Tilaar, A. R. 2004. Paradigma Baru Pendidikan Nasional. Jakarta: Rineka Cipta).
Pendidikan sebagai proses transformasi budaya merupakan kegiatan pewarisan budaya dari satu generasi ke generasi yang lain (Tirtarahardja dan Sulo, 2005:33). Pendidikan merupakan proses pemanusiaan untuk menjadikan manusia memiliki rasa kemanusiaan, menjadi manusia dewasa, dan manusia seutuhnya agar mampu menjalankan tugas pokok dan fungsi secara penuh dan mengembangkan budaya.
Kebudayaan adalah keseluruhan dari hasil manusia hidup bermasyarakat yang berisi aksi-aksi terhadap dan oleh sesama anggota manusia sebagai anggota masyarakat yang merupakan kepandaian, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, dan adat istiadat. Salah satu fungsi dari sekolah mencakup fungsi sosial. Sekolah dalam menjalankan fungsi sosial harus mampu mensosialisasikan peserta didik, sehingga mereka nantinya bisa merubah diri mereka dan merubah masyarakatnya.
Kebudayaan dan pendidikan memiliki hubungan timbal balik sebab kebudayaan dapat dilestarikan dan dikembangkan dengan jalan mewariskan kebudayaan dari generasi ke generasi penerus dengan jalan pendidikan, baik secara formal, nonformal, dan informal. Sebaliknya bentuk, ciri-ciri, dan pelaksanaan pendidikan ikut ditentukan oleh kebudayaan masyarakat di mana proses pendidikan itu berlangsung (Tirtarahardja dan Sulo, 2005). Pendidikan jika diabaikan dapat diasumsikan sosial budaya suatu bangsa akan mengalami kepunahan karena tidak ada proses transfer budaya sehingga tidak ada yang melestarikan dan mengembangkan budaya.(Tirtarahardja, U., dan Sulo, S. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta)

F. Perubahan Sosial Budaya Mempengaruhi Perilaku Masyarakat
Modernisasi adalah suatu proses transformasi dari suatu perubahan ke arah yang lebih maju atau meningkat di berbagai aspek dalam kehidupan masyarakat. Secara sederhana, dapat dikatakan bahwa modernisasi adalah proses perubahan dari cara-cara tradisional ke cara-cara baru yang lebih maju dalam rangka untuk peningkatan kualitas hidup masyarakat. Sebagai suatu bentuk perubahan sosial, modernisasi biasanya merupakan bentuk perubahan sosial yang terarah dan terencana. Perencanaan sosial (social planning) dewasa ini menjadi ciri umum bagi masyarakat atau negara yang sedang mengalami perkembangan. Suatu perencanaan sosial haruslah didasarkan pada pengertian yang mendalam tentang bagaimana suatu kebudayaan dapat berkembang dari taraf yang lebih rendah ke taraf yang lebih maju atau modern. Di Indonesia, bentuk-bentuk modernisasi banyak kita jumpai di berbagai aspek kehidupan masyarakatnya, baik dari segi pertanian, industri, perdagangan, maupun sosial budayanya. Salah satu bentuk modernisasi di bidang pertanian adalah dengan adanya teknik-teknik pengolahan lahan yang baru dengan menggunakan mesin-mesin, pupuk dan obat-obatan, irigasi teknis, varietas-varietas unggulan baru, pemanenan serta penanganannya, dan sebagainya. Semua itu merupakan hasil dari adanya modernisasi. Pada gambar berikut terlihat adanya kemajuan atau modernisasi dalam hal pemanenan hasil pertanian.
Berbagai bidang tersebut dapat berkembang melalui serangkaian proses yang panjang sehingga mencapai pola-pola perilaku baru yang berwujud pada kehidupan masyarakat modern. Sayangnya, penggunaan istilah modernisasi banyak disalahartikan sehingga sisi moralnya terlupakan. Banyak orang yang menganggap modernisasi hanya sebatas pada suatu kebebasan yang bersifat keduniawian. Tidak mengherankan juga bila banyak anggota masyarakat yang salah melangkah dalam menyikapi atau memahami tentang konsep modernisasi. Untuk menghindari kesimpangsiuran pengertian dan kesalahan pemahaman tentang modernisasi, maka secara garis besar istilah modern dapat diartikan berikut ini.
1. Modern berarti kemajuan yang rasional dalam segala bidang dan meningkatnya taraf penghidupan masyarakat secara menyeluruh dan merata.
2. Modern berarti berkemanusiaan dan tinggi nilai peradabannya dalam pergaulan hidup. Agar modernisasi (sebagai suatu proses) tidak mengarah ke angan-angan belaka, maka modernisasi harus mampu memproyeksikan kecenderungan yang ada dalam masyarakat sekarang ke arah waktu-waktu yang akan datang.
Proses modernisasi tidak serta merta terjadi dengan sendirinya. Modernisasi dapat terjadi apabila ada syarat-syarat berikut ini.
1. Cara berpikir yang ilmiah yang melembaga dalam kelas penguasa maupun masyarakat.
2. Sistem administrasi negara yang baik, yang benar-benar mewujudkan birokrasi.
3. Adanya sistem pengumpulan data yang baik dan teratur.
4. Penciptaan iklim yang menyenangkan dari masyarakat terhadap modernisasi dengan cara penggunaan alat-alat komunikasi massa.
5. Tingkat organisasi yang tinggi, terutama disiplin diri.
6. Sentralisasi wewenang dalam pelaksanaan perencanaan sosial.

DAFTAR PUSTAKA
v  Tirtarahardja, U. dan Sulo, S. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta
v  Tilaar, A. R. 2004. Paradigma Baru Pendidikan Nasional. Jakarta: Rineka Cipta
v  Maliki, Zainuddin. 2010. Sosiologi Pendidikan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
v  Mansour, Fakih. 2001. Pendidikan yang membebaskan. Yogyakarta: Putaka Pelajar
v  Nurani, Sotyomukti. 2008. Metode Pendidikan Marxis Sosialis. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media

Tidak ada komentar:

Posting Komentar